Tuesday, March 1, 2011

Pembatasan BBM dilaksanakan Awal Juli

Pemerintah tetap berencana menjalankan program pembatasan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi tahun ini. Program itu akan dijalankan secara serentak di Pulau Jawa mulai Juli 2011.


JAKARTA – Ketua Kajian Dampak Sosial Ekonomi Pembatasan BBM Bersubsidi Endah Murniningtyas menuturkan, pemerintah sangat berhati-hati dalam merealisasikan program pembatasan konsumsi BBM bersubsidi lantaran kondisi perekonomian global tidak mendukung. Termasuk dalam kehati- hatian ini adalah penundaan realisasi pembatasan konsumsi BBM bersubsidi, dari rencana semula April 2011 menjadi Juli 2011.“Ya itu (keputusan) sudah pasti ditunda seperti kata Pak Menko Perekonomian (Hatta Rajasa),” ujar Endah di Jakarta kemarin.


Pada pertengahan Desember 2010 lalu, pemerintah dan Komisi VII DPR sepakat untuk membatasi konsumsi BBM bersubsidi mulai April 2011 di wilayah Jabodetabek. Pemerintah beralasan, pembatasan perlu dilakukan demi mencegah pembengkakan anggaran subsidi BBM pada 2011. Namun, pekan lalu Menko Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, program pembatasan BBM bersubsidi ditunda. Kondisi makroekonomi global dan masalah kesiapan infrastruktur tidak memungkinkan pembatasan BBM bersubsidi diterapkan dalam waktu dekat.


Setelah mencermati perkembangan, pemerintah menetapkan program pembatasan konsumsi BBM bersubsidi akan dilakukan pertengahan tahun ini. Bahkan, menurut Endah,pembatasan BBM akan dilakukan dengan lingkup yang lebih luas.“Tadinya hanya Jabodetabek, nanti sekalian se-Jawa diterapkan pada Juli 2011,”tegas Endah. Sementara itu, Ketua Tim Pengawasan Kebijakan Pembatasan BBM Bersubsidi,Anggito Abimanyu mengatakan, tim dari tiga perguruan tinggi, yakni Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung. dan Universitas Gadjah Mada masih melakukan pengkajian program pembatasan.


Hari ini tim berencana melakukan pertemuan kembali. Kajian yang dilakukan oleh tim perguruan tinggi ini meliputi sisi kebijakan, kesiapan, serta pengawasan. “Misalkan kesiapan di lapangan, seperti terkait distribusinya dan tangki pertamaxnya, mekanisme pengawasannya agar tidak terjadi kebocoran. Termasuk kemungkinan menggunakan teknologi informasi untuk melakukan pengawasan,” papar Anggito. Mantan Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan ini mengatakan, semua aspek perlu dilihat sebelum pembatasan benar-benar dilakukan,termasuk masalah eksternal lain yang tak kalah penting, yakni dampak kenaikan harga minyak di pasar internasional terhadap perekonomian dalam negeri.


Menurut dia, saat ini merupakan momentum yang tepat untuk melakukan rasionalisasi disparitas harga di dalam negeri dan di luar negeri. ”Saya rasa ini merupakan momentum yang tepat untuk itu,” katanya. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Armida S Alisjahbana menuturkan, keputusan pelaksanaan pembatasan konsumsi BBM bersubsidi masih menunggu hasil kajian dari tiga perguruan tinggi. ”Pelaksanaan kajian ditugaskan kepada tiga perguruan tinggi,mereka akan sampaikan laporan pada Maret nanti, saya belum bisa kasih komentar,” kata Armida.


Dia mengatakan, setelah ada kajian dari tiga perguruan tinggi itu, pemerintah baru dapat mengambil keputusan pasti tentang pembatasan konsumsi BBM bersubsidi.Armida menyebutkan, penundaan pelaksanaan pembatasan BBM bersubsidi hanya satu opsi karena masih terbuka opsi lain. Dia menyebutkan, paling tidak ada tiga faktor yang memengaruhi pelaksanaan pembatasan BBM bersubsidi yaitu kesiapan implementasi, dampak inflasi, dan harga minyak dunia. ”Harga minyak dunia yang sekarang melonjak, terutama karena gejolak di Timur Tengah, tentu berpengaruh ke Indonesia.


Asumsi harga minyak di APBN hanya USD80 per barel, sekarang harga internasional mendekati USD115 per barel,”katanya. Direktur Reform Miner Institute Pri Agung Rakhmanto menilai, sepintas rencana pembatasan BBM terlihat bagus lantaran dapat membuat subsidiBBMlebihtepatsasarandan tampak seolah tidak ada kenaikan harga. Namun, jika ditinjau lebih jauh,kebijakan ini memiliki banyak kelemahan. Pri memandang, di balik pembatasan BBM terdapat unsur kenaikan harga meski terbatas bagi kalangan pemilik mobil pelat hitam.


Kenaikan itu secara nominal dan persentase sangat besar, dari Rp4.500 per liter ke Rp7.950 per liter bila menggunakan asumsi harga pertamax saat ini.“Tambahan inflasi yang ditimbulkan dari kebijakan ini bisa mencapai 0,7%, atau berarti bisa lebih tinggi jika dibanding menaikkan harga BBM dalam besaran terbatas, contohnya Rp500 per liter,”kata Pri. Dia mengatakan,kebijakan ini juga sangat berpotensi menimbulkan distorsi dan permasalahan- permasalahan baru.Semisal,munculnya pasar gelap premium bersubsidi yang akan sangat sulit diawasi lantaran disparitas yang lebar antara harga premium dan pertamax.


“Dengan disparitas harga mencapai Rp3.450 per liter,dan kecenderungan harga naik lagi akan semakin lebar seiring penguatan harga minyak yang kemungkinan akan terus terjadi pada 2011, peluang terjadi distorsi yang berakibat tidak efektifnya kebijakan ini semakin terbuka,”paparnya. Dia berpandangan, agar efektif, kebijakan ini memerlukan kesiapan infrastruktur distribusi dan pasokan yang saat ini relatif masih terbatas. “Jika kebijakan pembatasan ini diterapkan di tengah ketidaksiapan infrastruktur, tentu akan merugikan masyarakat karena pertamax tak selalu dapat dijumpai dengan mudah,”ujarnya.


Untuk itu, lanjut dia, tidak ada salahnya pemerintah mengkaji opsi selain pembatasan BBM, termasuk kemungkinan menaikkan harga BBM.Menurutnya, kebijakan menaikkan harga BBM memiliki beberapa kelebihan, di antaranya tidak memerlukan kesiapan infrastruktur, tidak menimbulkan distorsi tambahan seperti penyelundupan BBM, dan masih memberikan pilihan kepada konsumen untuk tetap mengonsumsi premium.


Kelebihan lainnya, yakni besaran kenaikan harga BBM bersubsidi dapat disesuaikan berdasarkan kebutuhan APBN,bisa diterapkan langsung secara nasional, serta target penghematan dapat ditentukan atau diperkirakan sejak awal. “Dalam hal ini, nilai penghematan anggaran subsidi relatif jauh lebih signifikan. Untuk kenaikan harga premium sebesar Rp500 per liter saja, sudah akan diperoleh penghematan anggaran subsidi sebesar Rp11,6 triliun.Maka,meski pahit, kenaikan harga BBM dalam besaran terbatas kiranya merupakan pilihan kebijakan yang relatif lebih rasional guna mengantisipasi kecenderungan tingginya harga minyak,”tegasnya.


Terus Menguat


Harga minyak mentah dunia kemarin masih menguat. Minyak jenis light sweet di pasar New York bahkan hampir melewati level psikologis USD100 per barel, seiring meluasnya aksi unjuk rasa menentang pemerintah berkuasa sejumlah negara di Timur Tengah. Adapun, minyak jenis brent north sea untuk pengiriman April naik USD1,84 per barel menjadi USD113,98 per barel. “Kerusuhan di Timur Tengah dan kekhawatiran terhadap situasi yang terus memburuk akan mendorong harga minyak meski Arab Saudi menambah produksi,” kata analis investasi pada Philip Futures Ong Yi Ling kemarin.


Kisruh anti-pemerintah di Timur Tengah yang mulanya berawal di Aljazair,Tunisia,dan Mesir, kini menjalar ke Libya, Oman, Yaman, dan Bahrain. Khusus di Libya, aksi demonstrasi bahkan menyebabkan ratusan orang meninggal dunia. Minggu (27/2) lalu Iran– salah satu produsen utama minyak dunia–mendesak anggota Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) khususnya Arab Saudi untuk menahan diri dari setiap tindakan sepihak dalam menaikkan produksi.


Menteri Perminyakan Iran Masoud Mirkazemi menyatakan, saat ini tidak ada waktu lagi untuk anggota OPEC mengambil keputusan tergesagesa dalam kerangka bilateral. Menurutnya, produksi minyak mentah saat ini sudah cukup untuk memenuhi kekurangan yang timbul atas kerusuhan di Libya. ”Tidak perlu bagi anggota OPEC terburu-buru dan mengambil keputusan sepihak untuk meningkatkan produksi,“ ujar Mirkazemi.


Komentar Mirkazemi disampaikan menyusul pernyataan Pemerintah Arab Saudi yang berniat menaikkan produksi minyak buminya untuk mengompensasi kekurangan suplai. Mirkazemi yang saat ini menjabat Presiden OPEC mengatakan bahwa kartel minyak itu sejauh ini belum memutuskan untuk mengadakan pertemuan luar biasa guna membahas kenaikan output.

Artikel Terkait

0 comments:

Post a Comment

Terimakasih telah memberikan komentar di web ini. Semoga membantu dan bermanfaat.