Tuesday, August 10, 2010

Mengajar Dengan Kasih Sayang

Mengajar Dengan Kasih Sayang


Seorang guru yang mengajar berhitung untuk kelas 3 SD, Masuk kelas dengan malas. ”Anak-anak, sekarang kita belajar berhitung,” kata guru. ”Jumlahkan bilangan : 1+2+3+4+5+6+7+…. dan seterusnya sampai terakhir tambah 2000 !” perintah guru. Guru tersebut berfikir bahwa anak-anak tidak akan mempu menyelesaikan tugas tersebut, yaitu menjumlahkan bilangan dari 1 sampai 2000 dalam waktu 2 jam – bahkan jika pakai kalkulator sekalipun. Sehingga guru tersebut dapat duduk-duduk santai saja.


Tetapi tidak. Hanya dalam waktu sekitar 1 menit, seorang murid mengacungkan tangan dan berkata ”Saya bisa, saya sudah selesai”. Guru tersebut kaget, ”Mana mungkin,” pikirnya. Tetapi murid tersebut memang bisa, dan benar. Ia mengatakan jawaban dari soal itu adalah 2.001.000. Bagaimana caranya?


Murid itu mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik dan cepat karena menggunakan otak kanan dan otak kiri secara harmonis. Otak kiri berpikir dengan cara urut, bagian perbagian, dan logis. Sementara otak kanan melengkapinya dengan cara berpikir acak, holistik, dan kreatif.


Coba kita perhatikan cara murid itu menggunakan otak kiri dan otak kanannya sebagai berikut. Pertama, tuliskan kebali soal berhitung di atas sebagai berikut.


1+2+3+4+…. ….+1997+1998+1999+2000 = ….. ?
Pada saat kita mencoba menggunakan otak kiri saja, pasti sulit. Tapi coba gunakan otak kanan yang acak, … jumlahkan yang pertama dan terakhir. Kita peroleh :
1 + 2000 = 2001
2 + 1999 = 2001
3 + 1998 = 2001
4 + 1997 = 2001 dan seterusnya.
Sehingga kita peroleh jawaban 2001 x 1000 = 2.001.000


Dalam proses belajar atau kehidupan sehari-hari, orang sering hanya menggunakan setengah kemampuannya saja yaitu otak kiri.


Sayangnya, pendidikan di Indonesia lebih menekankan pada aktivitas pembelajaran otak kiri, dengan mengunggulkan logika, cara berpikir matematis, dan analitis. Bahkan kekuatan otak kiri di-baku-kan dengan serangkaian tes IQ (Intelligence quotient ). Seseorang yang memiliki skor IQ tinggi dianggap pintar, cerdas, dan jenius. Sedangkan yang skor tes IQ-nya rendah dianggap bodoh, bahkan idiot. Seringnya skor IQ seseorang dikaitkan dengan sukses atau tidak hidupnya di masa depan.


Bobby de Potter dalam bukunya yang fenonemal “QUANTUM LEARNING” membongkar semua kepalsuan dan mitos seputar IQ. Banyak orang yang terniliai IQ tinggi, ternyata tidak sukses dalam karir dan bisnisnya di masa depan. Sebaliknya, justru orang-orang yang berhasil dalam hidup, karir dan bisnis itu berangkat dari orang-orang yang pada masa lalunya dianggap tidak memiliki IQ tinggi. Sebut saja Bill Gates, pendiri Microsoft Corporation yang pernah menduduki singgasana orang terkaya di dunia, pada masa sekolahnya justru pernah tidak naik kelas. Bahkan Abdurrahman Wachid (Gus Dur) Presiden Indonesia ke-4 pernah tidak naik kelas saat sekolah menengah di Jakarta. Kisah sukses mereka saat ini bukan karena IQ mereka yang tinggi saat tes di sekolah. Melainkan, karena mereka mengembangkan kemampuan otak kanannya selama masa perkembangan kedewasaannya. Kerja yang seimbang otak kanan dan otak kiri akan menghasilkan kinerja otak yang sangat maksimal.


Nah, bagaimana cara mengembangkan otak kanan?


Belahan otak kanan berfungsi untuk berpikir holistic, spasial, metaphoric dan lebih banyak menyerap konsep matematika, sintesis, mengetahui secara intuitif, elaborasi, dan variabel serta dimensi humanistic mistik. Otak kanan ini mengurusi masalah pemikiran yang abstrak dengan penuh imajinasi. Misalnya warna, ritme, musik, dan proses pemikiran lain yang memerlukan kreativitas, orisinalitas, daya cipta, dan bakat artistic. Pemikiran otak kanan lebih santai, kurang terikat oleh parameter ilmiah dan matematis. Kita dapat melibatkan diri dengan segala rupa dan bentuk, warna-warni dan kelembutan, dan mengabaikan segala ukuran dan dimensi yang mengikat. Belajar menyayangi segala hal, mulai dari menyayangi diri sendiri, menyayangi orang lain tanpa pandang bulu, menyayangi hewan dan tumbuhan, menyayangi kelestarian alam, menyayangi bumi, bahkan menyayangi orang yang membenci kita sekali pun, adalah salah satu bentuk latihan untuk memberdayakan otak kanan.



“Bila kita mengerti bahwa pengorbanan adalah untuk keuntungan kita juga, dan apabila kita mengerti bahwa yang kita berikan sebagai korban adalah hak mereka yang menerima, dan bila kita percaya bahwa janji itu benar - maka sebuah pengorbanan sama sekali bukan sebuah pengorbanan, tetapi sebagai sebuah tindak kasih sayang, sebuah kecintaan bagi jiwa-jiwa besar”(Mario Teguh - Sacrifice)
Artikel Terkait

0 comments:

Post a Comment

Terimakasih telah memberikan komentar di web ini. Semoga membantu dan bermanfaat.